Lantunan Ayat Suci Menerangi Ponorogo: Sima’an Al-Qur’an Serentak Warnai Hari Santri 2025
Ponorogo, metrowilis.com – Mentari pagi baru menyingsing di langit Bumi Reog. Udara masih lembab sisa embun malam ketika suara lantunan ayat suci Al-Qur’an mulai terdengar dari berbagai penjuru Ponorogo. Dari Pendopo Agung kabupaten hingga ke pelosok 21 kecamatan, gema bacaan suci itu bersahut-sahutan, menyatu dalam irama yang sama: dzikir untuk negeri, doa untuk santri.
Senin (20/10/2025), dua hari menjelang peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober, Ponorogo seolah menjadi satu majelis besar. Di 22 titik sima’an Al-Qur’an yang digelar serentak, para qari’ dan hafidz melantunkan ayat demi ayat Al-Qur’an dengan penuh penghayatan. Dari subuh hingga menjelang petang, para jamaah menyimak dengan khusyuk, seolah setiap huruf yang dibaca membawa kesejukan ke relung hati.
Di Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo, Kang Bupati Sugiri Sancoko tampak hadir dan larut dalam suasana spiritual itu. Dengan penuh takzim, ia menyimak lantunan ayat suci yang menggema di ruang pendopo yang bersejarah. Dalam doanya, Kang Bupati memohon agar setiap ayat yang dibaca menjadi cahaya bagi Ponorogo.
“Semoga dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an, rahmat turun dan Ponorogo menjadi terang benderang dengan berkah-Nya,” ujar Kang Bupati dengan nada lirih namun penuh keyakinan.
Bagi Kang Bupati, peringatan Hari Santri Nasional bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi momentum untuk meneguhkan kembali nilai perjuangan dan keikhlasan kaum santri. Ia menegaskan, sejarah mencatat bagaimana Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari menjadi api semangat yang menyalakan perjuangan kemerdekaan bangsa.
Namun kini, kata Kang Bupati, jihad itu telah berubah medan.
“Sekarang kita berjihad melahirkan generasi yang berkualitas dan berakhlak,” ucapnya.
Bukan lagi mengangkat senjata, melainkan mengangkat pena, kitab, dan semangat ilmu. Para santri masa kini adalah penerus jihad, menjaga Indonesia dengan akhlak dan kecerdasan.
Sore itu, ketika cahaya senja menyapa halaman pendopo, lantunan Al-Qur’an masih terdengar lembut. Suaranya menyatu dengan desir angin dan langkah-langkah jamaah yang pulang dengan wajah teduh. Ada harapan yang bersemi — bahwa dari santri, dari lantunan ayat-ayat suci itu, akan lahir cahaya baru untuk Ponorogo.
Sebuah cahaya yang tak hanya menerangi langit Bumi Reog, tetapi juga menuntun arah masa depan generasi penerusnya.(AZ)
