PONOROGO – Metrowilis.com, Puncak rangkaian acara Grebeg Suro 2025 di Kabupaten Ponorogo ditandai dengan digelarnya tradisi sakral Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, Jumat (27/6/2025), bertepatan dengan 1 Muharam 1447 Hijriah.
Tradisi yang telah berlangsung turun-temurun ini dihadiri langsung oleh Bupati Ponorogo H. Sugiri Sancoko bersama istri, Hj. Susilowati, Wakil Bupati Lisdyarita, serta jajaran Forkopimda dan tokoh masyarakat. Mereka mengikuti prosesi larungan yang penuh makna spiritual sekaligus menjadi daya tarik budaya dan pariwisata unggulan Bumi Reog.
Dalam sambutannya, Bupati Sugiri Sancoko mengungkapkan bahwa larung sesaji bukan sekadar prosesi menenggelamkan hasil bumi ke tengah telaga yang memiliki luas sekitar 160 hektare. Melainkan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rezeki dan berkah alam yang diterima masyarakat Ponorogo.
“Tahun ini lebih meriah karena melibatkan seluruh elemen masyarakat. Tidak kurang dari 30 tumpeng gunungan agung dan buceng porak dibawa ke sini, lalu dinikmati bersama setelah doa dan sholawat dibacakan,” ujar Bupati Sugiri.
Ia juga menegaskan bahwa larungan merupakan bentuk penghormatan dan doa bagi para leluhur yang telah berjasa membentuk Ponorogo menjadi seperti sekarang ini. “Semoga mereka yang telah berjasa mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah Ta’ala,” tambahnya.
Prosesi larungan diawali dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan pertunjukan seni tradisional Reog Ponorogo. Ribuan warga dan wisatawan terlihat memadati kawasan Telaga Ngebel, antusias menyambut rombongan pembawa tumpeng dan hasil bumi yang disusun membentuk kerucut setinggi hampir dua meter. Mereka pun berebut mendapatkan isi buceng porak dan sayuran sebagai simbol berkah.
Tumpeng Agung, sesaji utama dari beras merah dan lauk-pauk, dilarung ke tengah telaga menggunakan perahu secara langsung oleh Bupati Ponorogo bersama tokoh adat dan pemuka agama.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo, Judha Slamet Sarwo Edi, menyebut bahwa larungan tahun ini menjadi magnet pariwisata yang efektif.
Tradisi di Ngebel ini kita kemas menjadi event yang menarik. Jumlah tumpeng agung dan buceng porak hampir 30 gunungan. Ini menunjukkan peningkatan partisipasi dan kunjungan wisatawan,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan Reh Kartipraja RAT Hartono Dwijo Abdinagoro yang menyebut kegiatan berlangsung meriah meskipun durasi keliling telaga dipersingkat karena bertepatan dengan hari Jumat.
“Perbedaannya, tahun ini jumlah buceng porak lebih banyak dari tahun lalu. Ini bukti bahwa partisipasi masyarakat semakin besar,” katanya.
Hartono juga menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan alam dalam setiap tradisi lokal seperti larungan.
"Larungan ini bentuk rasa syukur terhadap Tuhan dan alam. Karena Telaga Ngebel merupakan telaga alami, kami berharap penanganannya lebih serius untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) di sektor pariwisata,” pungkasnya.
Dengan terlaksananya larungan, seluruh rangkaian acara Grebeg Suro 2025 resmi ditutup, meninggalkan kesan mendalam bagi masyarakat dan wisatawan yang hadir.(AZ)
COMMENTS