Peringatan 40 Hari Mangkat PB XIII dan Jejak Transisi Menuju Era PB XIV
Surakarta | Metrowilis.com- Senja di Sasana Parasdya, Kamis malam (11/12/2025), jatuh dengan tenang, seolah memberi ruang bagi keheningan yang menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di dalam bangsal yang menjadi saksi perjalanan para raja Mataram ini, keluarga besar keraton, sentana dalem, dan para abdi dalem berkumpul dalam suasana penuh hormat: memperingati 40 hari mangkatnya Paku Buwono XIII.
Di barisan depan tampak PB XIV Sinuhun Purbaya, yang kini naik tahta menggantikan ayahandanya. Kehadirannya menjadi simbol transisi; sebuah babak baru yang mulai ditulis dalam lembar sejarah keraton.
Doa dan Tradisi untuk Sang Raja yang Telah Mangkat
Rangkaian prosesi berlangsung khidmat sejak awal. Pembacaan doa, surat Yasin, dan tahlil menggema lembut, dipimpin para abdi dalem pametri budaya yang mengenakan pakaian adat lengkap. Meski sederhana, suasana spiritual terasa kuat. Dalam tradisi keraton, peringatan 40 hari bukan sekadar mengenang, tetapi juga menjadi doa peneguh bagi perjalanan ruh sang almarhum raja.
“Peringatan 40 hari ini dilaksanakan sebagaimana tradisi keraton pada umumnya,” tutur GKR Panembahan Timoer Rumbay Kusuma Dewayanti, Pengageng Sasono Wilopo. “Keluarga besar keraton, sentana dalem, dan abdi dalem hadir bersama memanjatkan doa untuk almarhum Sinuhun PB XIII.”
Mengarahkan Langkah ke Masa Depan
Di balik ketenangan upacara, keraton tengah menyiapkan fase sakral berikutnya: upacara adat lebuhan atau shaos dhahar. Prosesi ini bukan sekadar seremoni, tetapi sebuah ritual spiritual yang memberi kabar kepada para leluhur bahwa kerajaan telah memiliki raja baru.
“Ada tujuh titik sakral yang akan menjadi lokasi prosesi,” jelas GKR Panembahan Timoer Rumbay. “Upacara lebuhan merupakan penyambung batin antara keraton, leluhur, serta PB XIV sebagai raja baru.”
Tujuh titik sakral itu antara lain:
Gunung Lawu
Gunung Merapi
Hutan Krendowahono
Brosot
Glempih
Kawedanan
Parangkusumo
Setiap titik menyimpan kisah panjang hubungan spiritual antara keraton dan alam, antara manusia dan dunia tak kasat mata. Di tempat-tempat inilah para raja dahulu memohon restu, memantapkan batin sebelum memimpin.
Restu Leluhur untuk PB XIV
Bagi masyarakat adat keraton, legitimasi seorang raja tak hanya ditentukan oleh penobatan formal. Ia juga diperkokoh oleh restu leluhur yang dimohonkan melalui upacara-upacara sakral. Karena itu, prosesi lebuhan menjadi fase penting dalam menandai awal perjalanan PB XIV.
“Upacara adat di tujuh titik ini diyakini menegaskan legitimasi dan restu spiritual bagi PB XIV sebagai pemimpin Keraton Surakarta,” imbuh GKR Panembahan Timoer Rumbay.
Keraton di Jalan Sunyi Sejarah
Setelah peringatan 40 hari PB XIII, Keraton Surakarta memasuki momentum krusial. Di satu sisi, ada duka yang belum sepenuhnya reda. Di sisi lain, harapan baru tumbuh bersama hadirnya pemimpin baru. Sejarah kembali berputar di lingkaran yang sama: perpaduan antara tradisi, spiritualitas, dan kelanggengan budaya Jawa.
Dalam keheningan malam itu, doa-doa yang terlantun bukan hanya penghormatan untuk raja yang telah berpulang, tetapi juga penyambut era baru bagi Keraton Surakarta Hadiningrat—era di bawah kepemimpinan Sinuhun PB XIV yang kini bersiap menapaki jejak para pendahulunya.(AZ/red)



