Pemred metrowilis.com Agus Zahid, S. Ag |
Dalam perjalanan politik, khususnya Pilkada, kita sering dihadapkan pada dua realitas besar: takdir dan ikhtiar. Takdir, sebagai ranah ketentuan Allah SWT, menentukan segala sesuatu dalam hidup, termasuk kalah atau menang dalam suatu kontestasi. Namun di sisi lain, ikhtiar—usaha dan kerja keras kita—merupakan tanggung jawab manusia yang harus dijalani dengan sungguh-sungguh. Di sinilah kita menemukan keseimbangan antara usaha yang maksimal dan tawakal kepada Sang Maha Kuasa.
1. Kalah Menang: Ranah Allah SWT
Kekalahan atau kemenangan pada akhirnya berada dalam keputusan Allah SWT. Takdir Allah adalah sesuatu yang tak dapat dihindari, tetapi bagaimana kita menjalani prosesnya sepenuhnya ada di tangan kita. Setiap calon, tim pemenangan, hingga pendukung harus memahami bahwa kemenangan bukan semata-mata hasil strategi, namun juga merupakan bentuk rahmat dan ketentuan Allah. Sebaliknya, kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari rencana besar yang mungkin belum kita pahami sepenuhnya.
2. Ketipisan dan Ketelakan: Ikhtiar Manusia
Meski hasil akhir ditentukan oleh Allah, ikhtiar manusia tidak boleh diabaikan. Telak atau tipisnya kekalahan atau kemenangan adalah buah dari usaha kita. Semakin keras kita bekerja, semakin besar peluang untuk mencapai hasil yang maksimal. Profesionalisme dalam bekerja, keseriusan dalam menyusun strategi, dan disiplin dalam menjalankan program-program pemenangan menjadi kunci penting. Usaha keras inilah yang akan membedakan apakah kita kalah tipis atau menang besar. Ikhtiar manusia adalah bentuk tanggung jawab dalam menjalani takdir, memastikan bahwa setiap kesempatan yang ada tidak terbuang sia-sia.
3. Keseimbangan antara Usaha dan Tawakal
Dalam setiap langkah, penting untuk menyeimbangkan ikhtiar dengan tawakal. Berusaha tanpa tawakal bisa menjerumuskan kita pada kesombongan jika menang, atau keputusasaan jika kalah. Sebaliknya, tawakal tanpa usaha adalah bentuk kesia-siaan. Oleh karena itu, setiap kerja keras yang kita lakukan harus disertai dengan keyakinan bahwa Allah yang akan menentukan hasil akhirnya. Jika menang, kita tidak akan menjadi sombong. Jika kalah, kita tidak akan berputus asa. Tawakal mengajarkan kita untuk siap menghadapi segala hasil dengan hati yang lapang.
4. Kemenangan yang Bermakna, Kekalahan yang Membangkitkan
Setiap kemenangan harus disyukuri dan dimaknai dengan rendah hati, sebagai amanah dari Allah SWT untuk menjalankan tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya, kekalahan bukanlah kegagalan, melainkan pelajaran berharga untuk bangkit dan mempersiapkan diri lebih baik di masa mendatang. Kegagalan memberikan kita kesempatan untuk merefleksikan diri, memperbaiki kelemahan, dan menjadi lebih kuat.
5. Menjaga Integritas dan Kedewasaan Politik
Dalam berjuang, kita tidak hanya menargetkan kemenangan semata, tetapi juga menjaga integritas. Politik bukan hanya tentang meraih kekuasaan, tetapi juga tentang memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat. Dengan tetap menjunjung tinggi etika dan kedewasaan politik, kita mampu menjadi contoh yang baik bagi generasi selanjutnya.
Kesimpulan
Pilkada bukan hanya soal menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana kita menjalani prosesnya. Dengan ikhtiar yang kuat dan tawakal yang tulus, kita tidak hanya akan siap menghadapi hasil apa pun, tetapi juga mampu meraih kemenangan yang bermakna dan menghadapi kekalahan dengan penuh kebijaksanaan. Pada akhirnya, semua kembali pada rencana Allah SWT yang pasti memiliki hikmah yang terbaik bagi kita semua.
Kemenangan besar bukanlah semata soal angka, tetapi tentang seberapa besar kita berhasil menjalani proses ini dengan penuh profesionalisme, integritas, dan rasa tawakal kepada Allah.(*)
COMMENTS