Pekalongan – metrowilis.com, Maraknya permintaan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa oleh sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, menimbulkan keresahan di kalangan kepala desa. Mereka khawatir terhadap kemungkinan adanya intimidasi atau penyalahgunaan permohonan informasi publik.
Fenomena ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi terkait penggunaan anggaran desa. Namun, beberapa kepala desa mengaku menerima permintaan LPJ dengan nada ancaman, termasuk ancaman pelaporan ke Komisi Informasi Publik jika permohonan tidak dipenuhi.
Hasil investigasi di lapangan menunjukkan bahwa ada indikasi bahwa beberapa oknum LSM sebelumnya meminta proyek atau pekerjaan yang bersumber dari dana desa. Ketika permintaan tersebut tidak dipenuhi, mereka beralih dengan mengajukan permohonan informasi mengenai LPJ Dana Desa.
Menanggapi fenomena ini, Ali Rosidin, aktivis dari Gerakan Rakyat Pro Keadilan (GERTAK), menegaskan bahwa keterbukaan informasi adalah hak setiap warga negara, termasuk LSM. Namun, ia mempertanyakan motif di balik permintaan LPJ yang berulang.
“Apa sebenarnya tujuan mereka meminta LPJ? Apakah untuk mencocokkan nota atau kwitansi dengan realisasi penggunaan barang dan jasa? Jika LPJ tersebut sudah diperiksa oleh Camat dan Inspektorat serta tidak ditemukan pelanggaran, maka untuk apa LPJ itu diminta lagi?” kata Ali dalam pertemuan dengan Ikatan Pewarta Jawa Tengah (IPJT) pada 26 Januari.
Ali juga menekankan bahwa kepala desa tidak perlu takut jika pengelolaan dana desa sudah sesuai aturan. Menurutnya, ketakutan itu bisa jadi muncul karena adanya dugaan penyimpangan yang belum terungkap. “Jika semuanya transparan dan sesuai regulasi, maka tidak ada alasan untuk khawatir,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ali mengimbau kepala desa untuk lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan permohonan informasi publik yang bisa berujung pada pemerasan. Ia meminta agar pemerintah desa tetap menjaga transparansi, namun juga tidak ragu untuk mencari pendampingan hukum jika menghadapi tekanan yang dianggap tidak wajar.
“Jika fenomena ini terjadi di banyak desa di Kabupaten Pekalongan, maka perlu ada langkah pencegahan agar tidak berkembang menjadi modus pemerasan. Pemerintah desa harus berani bersikap dan mencari dukungan hukum jika ada indikasi intimidasi,” tegasnya.
Ali juga menyarankan agar kepala desa lebih proaktif dalam menyampaikan laporan keuangan desa secara terbuka kepada masyarakat. Dengan pengelolaan yang akuntabel dan sesuai prosedur, pemerintah desa dapat menghadapi permintaan informasi dengan lebih percaya diri.
Pada akhirnya, kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat, dan aparat terkait menjadi kunci untuk memastikan bahwa hak atas informasi publik berjalan dengan semestinya tanpa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.(AR/red)
COMMENTS